Jakarta, Ma’arifNU Online,- Rakernas (Rapat Kerja Nasional) Lembaga Pendidikan Ma’arif NU PBNU yang di laksankan pagi ini di Gedung Ma’arif NU Center Grogol Jakarta dibuka langsung oleh Ketua Umum PBNU Prof. Dr. KH Saiod Aqil Sirojd secara virtual zoom Sabtu 18 September 2021 dengan menghadirkan narasumber Dirjen Paud dan dikdasmen Kemendikbud Jumeri, S.TP, M.Si secara luring dan Ketua Baznas Prof Dr KH Noor Achmad. MA purtual zoom daring.
Dalam kesempatan sambutan Ketua LP Ma’arif NU PBNU Kyai Z. Arifin Junaidi, dengan tegas dan lugas menyampaikan kritik konstruktif terhadap isu-isu aktual pendidikan nasional terakhir ini. Sambutan lengkap Kyai Arjuna panggilan akrab Ketua LP Ma’arif NU PBNU, sebagai berikut
Alahmdulilah, kita dapat kembali menyelenggarakan agenda tahunan kita, yakni Rapat Kerja Nasional (Rakernas), yang selama ini telah secara konsisten dapat kita laksanakan tiap tahun. Tahun 2020 kemarin kita melaksanakan Rakernas pada bulan Maret dan tak lama kemudian terjadi pandemi covid-19, yang banyak sekali membawa perubahan dalam kehidupan kita. Rakernas ini merupakan Rakernas hybrid, daring dan luring, pertama yang dilakukan sepanjang sejarah LP Ma’arif NU. Mudah-mudahan covid-19 segera berlalu sehingga ini adalah Rakernas hybrid pertama dan terakhir, serta kita dapat menjalani kehidupan normal sebagaimana sebelum terjadi pandemi.

Sebagaimana biasa, Rakernas ini dimaksudkan untuk; pertama, melaporkan pelaksanaan program yang berhasil dan tidak berhasil dilaksanakan LP Ma’arif NU PBNU. Kedua, review pelaksanakan hasil Rakernas sebelumnya, baik oleh LP Ma’arif NU PBNU maupun jajaran pengurus di tingkatan lainnya. Ketiga, mempersamakan persepsi terhadap isyu-isyu dan permasalahan aktual bidang pendidikan dan langkah-langkah yang perlu diambil untuk mengatasinya.
Tiga agenda utama Rakernas itu kita harapkan dapat menjawab keinginan kita agar pendidikan di Indonesia menjadi lebih terarah dan memiliki pondasi yang lebih jelas. Salah satu tujuan dari pendidikan di Indonesia adalah terbentuknya generasi yang cerdas dan berkarakter. Namun, hal tersebut belum diimbangi dengan sistem pendidikan yang tepat, sehingga saat ini masih banyak terjadi permasalahan di dunia pendidikan.
Pandemi covid-19 menimbulkan disrupsi di banyak bidang kehidupan termasuk bidang pendidikan. Tenaga didik maupun peserta didik yang menguasai teknologi digital dapat dengan mudah bertransformasi dari pembelajaran konvensional menjadi daring. Namun, hal ini menjadi tantangan besar bagi yang sama sekali belum mengetahui atau minim pengetahuannya tentang teknologi digital. Kita mungkin baru menyadari betapa pentingnya penerapan teknologi informasi dan komunikasi dalam pendidikan terutama saat pandemi.
Setelah lebih dari satu tahun pembelajaran berbasis online berlangsung, sebagian besar masyarakat sadar akan satu hal penting, yaitu sebaik apapun teknologi, tidak bisa menggantikan peran guru. Mungkin dulu murid merindukan libur karena merasa jenuh berada di kelas dari pagi sampai sore hari. Namun, sekarang mereka merindukan kebersamaan dengan guru dan teman-temannya saat di dalam kelas. Dari sini dapat disimpulkan bahwa, peran guru tidak dapat tergantikan oleh apapun, karena teknologi yang saat ini ada hanya untuk mempermudah kegiatan, bukan menggantikan peran dari guru.
Meski banyak hal negatif kita rasakan selama masa pandemi, banyak pula hal positif yang kita rasakan. Banyak kegiatan nasional LP Ma’arif NU yang tertunda, antara lain Pekan Olahraga dan Seni Ma’arif Nasional II (Porsemanas II), yang sedianya dilaksanakan bulan Juli 2020, dan Perkemahan Wirakarya Pramuka Ma’arif NU Nasional III (Perwimanas III) yang sedianya dilaksanakan bulan Juli kemarin. Namun banyak sekali terjadi “ledakan” kegiatan di era pandemi, antara lain Pelatihan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) untuk Kepala Sekolah SD/MI, SMP/MTs dan SMA/SMK/MA dengan hasil yang cukup memuaskan. Dalam kurun 3 bulan berhasil dilaksanakan 12 angkatan pelatihan untuk SD/MI, 9 angkatan SMP/MTs dan 9 angkatan SMA/SMK/MA, dan meluluskan sekitar 2.400 kepala sekolah di lingkungan LP Ma’arif NU. Selain itu juga kegiatan-kegiatan pengembangan soft skill (antara lain Zoominar Jalan Sufi dan Zoominar Ngopi MANTAP) dan pengembangan hard skill (yakni pelatihan matematika). Yang juga perlu dicatat LP Ma’arif NU PBNU juga melaksanakan berbagai kegiatan yang bersifat peningkatan pengetahuan dan wawasan serta membuka network dengan berbagai pihak. Kegiatan LP Ma’arif NU berjalan dengan masif karena diselenggarakan secara daring, yang berbiaya tak semahal jika dilaksanakan secara luring.
Kita sekarang hidup di era globalisasi. Secara sederhana era globalisasi dapat diartikan sebagai era tanpa batas yang ditandai dengan perubahan struktur sosial di masyarakat. Perubahan tersebut terlihat dari tingginya keterkaitan antara masyarakat dan elemen-elemen akibat transkulturasi melalui perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang begitu cepat. Arus globalisasi juga dimaknai sebagai gerakan mendunia yang mempengaruhi pembentukan sistem dan nilai-nilai kehidupan yang mau tidak mau itu harus dihadapi.
Globalisasi merupakan keniscyaan yang tak terelakkan bagi yang mengharapkan kemajuan. Globalisasi menuntut perubahan yang mendasar bagi setiap individu yang memandang arus globalisasi bukan sebagai ancaman. Dalam menjawab tantangan globalisasi maka dibutuhkan sumberdaya manusia yang berkarakter handal dan berdaya saing tinggi. Untuk mewujudkannya pendidikan harus menampilkan diri sebagai bagian dari tantangan globalisasi tersebut. Pendidikan harus mampu menghasilkan lulusan yang berdaya saing tinggi bukan justru sebaliknya mandul dalam menghadapi gempuran berbagai kemajuan dan dinamika globalisasi.
Era ini mengharuskan para ahli pendidikan mengintegrasikan teknologi ke dalam kegiatan pembelajaran. Di era yang berbasis teknologi digital ini dibutuhkan keselarasan antara manusia dan teknologi informasi dalam rangka menemukan solusi yang dapat digunakan dalam memecahkan berbagai persoalan yang timbul, serta dapat menciptakan peluang kreatif dan inovatif untuk memperbaiki sektor kehidupan.
Telah banyak pelatihan pendidikan di era revolusi industri 4.0 ini diselenggarakan untuk membenahi dan meningkatkan kualitas pendidikan. Namun, dalam implementasinya masih banyak tenaga didik yang kesulitan menggunakan teknologi digital guna menunjang pembelajaran. Pendidikan di era revolusi industri 4.0 memerlukan tenaga didik yang senantiasa meng-update diri, baik ekonomi, perkembangan pendidikan maupun perkembangan teknologi informasi komunikasi digital.
Negara kita perlu mengembangkan sistem pendidikan, jika ingin kualitas pendidikannya sejajar dengan negara-negara lain,bukan dengan cara serampangan dan ingin melihat hasil secara instan. Beberapa waktu lalu The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) mengumumkan hasil Programme for International Student Assesment (PISA) 2018. Seperti tahun-tahun sebelumnya, perolehan peringkat Indonesia tidak memuaskan, bahkan turun dibanding hasil sebelumnya. Menurut data yang diterbitkan OECD dari periode survei 2009-2015, Indonesia konsisten berada di urutan 10 terbawah. Dari ketiga kategori kompetensi, yakni literasi, numerasi dan sains, skor Indonesia selalu berada di bawah rata-rata.
Namun mengejar peringkat PISA dengan menggenjot literasi, numerasi dan sains saja tentu bukan satu-satunya jawaban untuk keterpurukan pendidikan kita. Sekolah dan guru harus mengembangkan karakter, khususnya melalui kegiatan pembelajaran yang dapat mengembangkan pribadi yang religius, nasionalis, jujur, patriotis, toleran, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, peduli lingkungan, peka, dan dan bertanggungjawab. Selama ini pendidikan lebih menekankan pada pengembangan aspek pengetahuan dan ketrampilan sehingga aspek pengembangan karakter kurang tersentuh.Ini bisa berakibat pendidikan akan kehilangan rohnya.
Untuk mengembangkan pendidikan karakter dibutuhkan strategi, antara lain yang pertama, pendidikan adalah proses budaya untuk mendorong murid agar memiliki jiwa merdeka dan mandiri. Kedua, membentuk watak murid agar berjiwa nasionalis, namun membuka diri terhadap perkembangan internasional. Ketiga, membangun pribadi murid agar berjiwa pelopor. Keempat, mendidik berarti mengembangkan potensi atau bakat yang menjadi fithrah masing-masing murid. Sikap tersebut harus dikembangkan dalam dunia pendidikan agar terbentuk generasi yang cerdas, berjiwa nasional dan berakhlak mulia. Masa depan bangsa Indonesia ditentukan oleh generasi saat ini, sehingga dibutuhkan kesadaran dan kerjasama antara murid, guru dan orang tua dalam mewujudkan generasi yang unggul.
Bagi kita optimalisasi keempat pusat pendidikan, yakni keluarga, sekolah, masyarakat dan tempat ibadah juga sangat penting bagi upaya meningkatkan pendidikan kita. Begitu juga dengan optimalisasi empat kompetensi inti, yakni kognitif (aqliyyan), afektif (rukhiyyan), psikomotorik (badaniyyan) dan kemampuan bersosial (nafi’an linnas), yang selaras dengan empat pilar pendidikan yang ditetapkan UNESCO; how to know, how to do, how to be dan how to live together, juga tak kalah penting.
Untuk mengatasi keterpurukan mutu pendidikan yang pada gilirannya dapat mengakibatkan indeks pembangunan manusia (human development index/HDI) terpuruk, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah untuk mengatasinya, dimulai dari penetapan standar nasional pendidikan yang diberlakukan sesuai kondisi daerah. Penetapan itu harus melibatkan unsur masyarakat sebagaimana dijamin UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 8, yang menyatakan “masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan”. Hendaknya masyarakat tidak hanya dijadikan obyek hukum tapi juga subyek hukum. Masyarakat tidak hanya dijadikan obyek penetapan kebijkan tapi juga subyek penetapan kebijakan. Akan sangat baik kalau penetapan standar nasional pendidikan disusun bersama oleh pemerintah dan masyarakat dalam badan mandiri dan profesional, sehingga dapat diterapkan di semua satuan pendidikan di seluruh wilayah Indonesia.
Selain itu pemerintah hendaknya tidak mendiskriminasi satuan pendidikan inisiatif masyarakat dengan peserta didik minim.Sebaliknya pemerintah harus mengafirmasi satuan pendidikan tersebut, yang umumnya berada di daerah 3 T dengan dukungan yang diperlukan, termasuk dukungan dana. Pemerintah seharusnya membina dan memberdayakan satuan pendidikan tersebut, bukan malah mematikan dengan mewajibkan satuan pendidikan bergabung dengan satuan pendidikan yang lain, yang bukan tidak mungkin jaraknya sulit dijangkau peserta didik. Pada gilirannya peserta didik putus sekolah dan tidak memperoleh haknya dalam pendidikan sebagaimana amanat UUD 1945.Pemerintah juga perlu memastikan bahwa seluruh pemangku kepentingan bidang pendidikan, baik pemerintah maupun masyarakat, tidak menyeret pendidikan ke rezim bisnis yang berorientasi komersial. Pendidikan adalah investasi sumberdaya manusia jangka panjang yang mempunyai nilai strategis bagi kelangsungan peradaban manusia. Admin