Jakarta, Ma’arifNU Online,- Ketua LP Ma’arif NU PBNU KH Z Arifin Junaidi, menjadi narasumber utama dalam forum, Bahtsul Masail Nasonal LBM PBNU yang mengambil tema “Ketika Negara tidak Mewajibkan Kewajiban Syariat” dilakukan secara daring, kamis 18 Februari 2021 pagi. Kiai Arjuna sapaan akrab ketua LP Ma’arif NU PBNU nengulas pembahasan keputusan bersama tiga menteri dalam penggunaan seragam dan atribut sekolah, sebagai pertimbangan dalam pemyusunannya adalah Bahwa sekolah berfungsi membangun wawasan, Sikap dan karakter peserta didik, pendidkian dan tenaga kependidikan untuk memelihara persatuan dan kesatuan bangsa, serta membina dan memperkuat kerukunan antar umat beragama. Demikian pula sekolah memiliki peran penting dan tanggungjawab dalam menjaga eksistensi ideologi dan konsensus dasar bernegara, emapat pilar, serta membangun dan memperkuat moderasi beragama dan toleransi atas keragaman agama yang di anut peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan, serta pakaian seraga dan atribut bagi peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah di lingkungan sekolah yang diselenggarakan pemerintah daerah, merupakan sllllah satu bentuk perwujudan moderasi beragama dan toleransi atas keragaman agama, tegasnya.
Meurut kiai Arjuna Keputusan Bersama Tiga Menteri ini, memiliki enam keputusan utama, yaitu pertama, mengatur sekolah negeri yang di selenggarkan oleh pemerintah daerah. Kedua, peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan berhak memilih antara (a) seragam dan atribut tanpa kekhususan agama, atau (b) seragam dan atribut dengan kekhususan agama. Ketiga pemerintah daerah dan sekolah tidak boleh mewajibkan atapun melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama. Keempat, pemerintah daerah dan kepala sekolah wajib mencabut atau melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama paling lama 30 hari kerja sejak SKB ditetapkan. Kelima, jika terjadi pelanggaran terhadap keputuisan bersama ini maka sanksi akan diberikan kepada pihak yang melanggar, tindak lanjut atas pelanggaran akan dilaksanakan sesuai dengan mekanisme yang berlaku, salah satu contoh sanksi diamna kementerian pendidikan dan kebudayaan memberikan sanksi kepada sekolah terkait BOS dan bantuan pemerintah lainnya. Sementara itu Kementerian Agama melakukan pendampingan praktik agama yang moderat dan dapat memberikan pertimbangan untuk pemberian dan penghentian sanksi. Keenam, peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan beragama Islam di Provinsi Aceh dikecualikan dari ketentuan bersama ini sesuai kekhususan Aceh berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait pemerintahan Aceh. Ungkapnya.

Dilain hal, Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Mahbub Maafi Ramdhan mengatakan, forum bahtsul masail tersebut bermaksud untuk menemukan rumusan yang tepat dalam konteks negara bangsa mengenai sikap negara yang tidak mewajibkan sesuatu yang diwajibkan oleh syariat Islam. Masalah ini sebelumnya pernah dirumuskan pada forum Muktamar Ke-32 NU di Makassar tentang relevansi qânûn wadl’i (hukum positif) dan hukum syar’i. Dalam menjawab persoalan ini ada tiga diktum yang diajukan dalam keputusan tersebut. “Sebenarnya SKB 3 Menteri itu bukan isunya, tetapi ini lebih kepada penyempurnaan hasil (Muktamar NU) yang sudah ada. Jadi yang akan dibahas itu adalah bagaimana konsepsi fiqih yang tepat untuk menjelaskan mengenai sikap negara yang tidak mewajibkan dan juga tidak melarang sesuatu yang diwajibkan oleh syariat. Hal ini belum terjawab oleh konsep yang ada,” kata Kiai Mahbub. Salah satunya adalah “Apabila hukum positif menetapkan dan menganjurkan sesuatu yang tidak bertentangan dengan hukum syar’i, atau hukum positif menetapkan sesuatu yang ditetapkan hukum syar’i baik dalam perkara wajib atau mandub, maka wajib ditaati, sedang bila menetapkan sesuatu yang mubah, apabila bermanfaat bagi kepentingan umum maka juga wajib ditaati, tetapi kalau tidak bermanfaat untuk umum maka tidak wajib ditaati.” imbuhnya
LBM PBNU menganggap diktum pada putusan Muktamar Ke-32 NU di Makasar 2010 lalu belum dianggap memadai untuk menjawab tentang sikap negara yang terkesan abstain dengan tidak meneguhkan dalam beberapa hal yang diwajibkan syariat, melalui aturan yang dibuatnya. Dengan kata lain, negara tidak mewajibkan, tetapi tidak melarang pelaksanaannya secara individual. Kasus ramai baru-baru ini terkait Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri yang menyatakan, pemda maupun sekolah tidak diperbolehkan untuk mewajibkan atau melarang murid mengenakan seragam beratribut agama merupakan latar belakang forum bahtsul masail pada Kamis (18/2) pagi. “Jadi kita tidak bahas SKB. Menyempurnakan secara konseptual putusan yang sudah ada. Relevansi hukum syar’i (hukum agama) dan qanun wadh’i (hukum positif). Kalau bertentangan, tidak wajib diikuti atau bagaimana? Kan jalannya harus Yudicial Review, konstitusional. Bagaimana kalau negara membebaskan, tidak mewajibkan tidak melarang. Ini ada hubungannya terhadap penerimaan negara bangsa juga,” kata Kiai Mahbub.
Forum Bahtsul Masail Nasonal LBM PBNU tersebut menghadirkan Narasumber diantaranya adalah Rais Syuriyah PBNU KH Masdar F. Mas’udi, Wakil Ketua LBM PBNU KH Abdul Moqsith Ghozali, dan Ketua LP Ma’arif PBNU KH Arifin Junaidi, ungkap Kiai Mahbub. //Admin