KH. Z. Arifin Junaidi (Ketua LP Ma’arif NU PBNU
Jakarta Ma’arif NU Online,- Jum’at 22 Oktober 2021, Hari ini keluarga besar LP Ma’arif NU mengadakan dua peringatan hari penting sekaligus, yakni Peringatan Maulid Nabi Saw dan Peringatan Hari Santri Nasional. Ada beberapa hakikat peringatan Maulid Nabi Sawmenurut para ulama. Ini penting untuk diketahui bersama agar semua tahu maksud dan tujuan para ulama dan kaum muslimin mengadakan peringatan maulid Nabi Saw.
Pertama, untuk mengungkapkan rasa cinta kepada Nabi Saw. Para ulama dan kaum muslimin mengadakan peringatan maulid karena didorong kecintaan dan kerinduan kepada Nabi Saw. Ini salah satu cara yang ditempuh untuk mengungkapkan rasa cinta kepada Nabi Saw. Dalam kitab I’anatut Thalibin disebutkan bahwa Imam Assirri Assaqathi mengatakan;
من قصد موضعا يقرأ فيه مولد النبي (صلى الله عليه وسلم) فقد قصد روضة من رياض الجنة لانه ما قصد ذلك الموضع إلا لمحبة الرسول. وقد قال عليه السلام: من أحبني كان معي في الجنة
“Barangsiapa yang menghadiri tempat pembacaan maulid Nabi Saw, maka sungguh dia menghadiri salah satu taman dari taman-taman surga. Hal ini karena sesungguhnya tiada dia menghadiri tempat itu melainkan karena cintanya kepada Rasul. Dan Nabi Saw pernah bersabda, ‘Barangsiapa mencintaiku, maka dia akan bersamaku di dalam surga.’”
Kedua, untuk mengagungkan kemuliaan dan kedudukan Nabi Saw. Salah satu bentuk para ulama dan kaum muslimin mengagungkan kemuliaan dan kedudukan Nabi Saw adalah dengan memperingati kelahirannya. Disebutkan dalam kitab I’anatut Thalibin bahwa Imam Junaid Albaghdadi pernah berkata;
من حضر مولد الرسول وعظم قدره فقد فاز بالايمان
“Barangsiapa menghadiri maulid Rasulullah Saw dan mengagungkan kemuliaan dan kedudukannya, maka dia telah beruntung dengan keimanannya.”
Ketiga, untuk bersyukur dan menampakkan suka cita atas kelahiran Nabi Saw. Nikmat terbesar yang diberikan Allah kepada kaum muslimin adalah kelahiran Nabi Saw. Karena itu, nikmat ini patut untuk disyukuri dan sambut dengan suka cita dengan memperingati kelahirannya. Dalam kitab Almadkhol, Imam Ibnul Hajj Almaliki berkata;
فكان يجب أن نزداد يوم الاثنين الثاني عشر من ربيع الأول من العبادات والخير شكرا للمولى على ما أولانا من هذه النعم العظيمة وأعظمها ميلاد المصطفى صلى الله عليه وسلم. ومن تعظيمه صلى الله عليه وآله وسلم الفرح بليلة ولادته وقراءة المولد
“Menjadi sebuah kewajiban bagi kita untuk menambah ibadah dan kebaikan setiap hari Senin bulan Rabiul Awal karena sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah atas anugerah nikmat-nikmat besar ini kepada kita. Dan nikmat paling besar adalah kelahiran Nabi Saw. Dan salah satu cara mengagungkan Nabi Saw adalah berbahagia di malam kelahirannya dan membaca maulid.”
Keempat, kita kembali mengingat dan mewarisi semangat dari hakekat diutusnya Nabi Muhammad Saw sebagi Nabi akhir zaman. Beliau diutus menjadi rahmat bagi alam semesta (rahmatan lil al alamin), dan sekaligus memikul tanggung jawab berdakwah menyeru segenap umat manusia dan jin menuju penghambaan kepada Allah.

Kelima, meneruskan jejak langkah dan perjuangan Rasulullah Muhammad Sawdalam seluruh aspek kehidupan, wabil khusus, keluarga besar LP Ma’arif NU meneruskan perjuangan beliau di bidang pendidikan, tanpa melupakan bidang-bidang lain. Agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw memberikan kedudukan utama pada pendidikan. Wahyu pertama yang diturunkan kepada Muhammad Saw adalah perintah untuk “membaca” dan “mengajar”. Wahyu pertama tersebut terdapat dalam surat Al Alaq ayat 1-5:
اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَ, خَلَقَ الْاِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ, اِقْرَأْ وَرَبُّكَ الْاَكْرَمُ, الَّذِيْ عَلَّمَ بِالْقَلَمِ, عَلَّمَ الْاِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia, Yang mengajar (manusia) dengan pena, Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.”
Dalam ayat yang pertama turun yang hanya 5 ayat tersebut, kata “iqra’” (bacalah) disebut dua kali, dan kata “allama” (mengajar) juga disebut dua kali. Ini menunjukkan sejak awal Islam telah menempatkan “membaca” dan “mengajar”, sebagai kegiatan utama dalam pendidikan, pada posisi yang sangat penting.
Nabi Muhammad Saw bersabda:
اِنَّمَا بُاعِثْتُ لِاُتَمِمَّ مَكَارِمَ الاَخْلاَقِ
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq mulia”
Ini artinya dalam pendidikan kita tidak hanya meningkatkan dan mengembangkan kognisi (ilmu pengetahuan) dan psikomotorik (ketrampilan) tapi juga afeksi atau karakter atau akhlak anak didik kita.
—–
Hariiniadalah hariyang sangat istimewa dalam perjalanan kita sebagai bangsa,dan sangat penting bagi kesadaran kita sebagai umat beragama, khususnya sebagai nahdliyyin. Pada hari ini, pada 76 tahun yang lalu, tepatnya pada 22 Oktober 1945 Hadratus Syaikh KHM. Hasyim As’yari mengeluarkan fatwa yang dikenal dengan Resolusi Jihad. Dalam fatwa tersebut, KHM.Hasyim Asy’ari menyatakanbahwaperangmengusirpenjajahdaritanahairadalah fardhu ‘ain bagi setiap muslim. Tidak salah jika kemudian dikatakan: “tidak ada peristiwa 10 November di Surabaya, tanpa Resolusi Jihad”. Tanggal dikeluarkannya Resolusi Jihad, yakni tanggal 22 Oktober, itulah yang kemudian ditetapkan sebagai Hari Santri Nasional.
Sebutan santri bukan hanya untuk para pembelajar di pesantren. Sebutan santri tak akan pernah bisa dilepaskan dari warga NU pada umumnya sepanjang usia dan masa. Karena Islam menganut prinsip life long education, sebagaimana hadits:
اُطْلُبُ الْعِلْمَ مِنَ الْمَهْدِ اِلَى اللَّهْدِ
Maka kita yang sudah tua inipun masih tetap disebut santri, karena pada hakekatnya sampai dipanggil Allah Swt kita masih tetap pembelajar.
Pesantren sebagai salah satu tempat belajar santri adalah lembaga pendidikan yang telah berurat berakar dalam kehidupan bangsa kita. Di masa Hindu, lembaga pendidikannya disebut ashram. Di masa Budha lembaga pendidikannya disebut patapan atau padepokan. Di lembaga pendidikan dua agama tersebut pembelajar tinggal bersama pemuka agama dan gurunya di satu tempat selama 24 jam sehari dan di situ juga ada tempat ibadah. Inilah yang kemudian diteruskan Walisongo para penyebar agama Islam di Indonesia.
Di masa Islam lembaga pendidikannya berganti nama menjadi pasastrian, artinya tempat para sastri, yakni orang yang berkehendak terhadap sastra atau ilmu pengetahuan. Agaknya dari kata sastri itulah kata santri berasal dan dari kata pasastrian itulah kata pesantren berasal. Ada versi lain yang menyebut santri berasal dari kata cantrik. Saya lebih cenderung ke kata sastri sebagai asal kata santri karena lebih dekat pengertiannya dengan murid. Itu sebabnya di lingkungan LP Ma’arif NU para pembelajar disebut murid, bahasa Arab artinya yang berkehendak, bukan siswa yang konon berasal dari Shiwa, salah satu dewa di agama Hindu yang tugasnya merusak. Mungkin ada versi lain dari asal kata siswa.
Diteruskannya budaya dan lembaga pendidikan masa Hindu dan Budha tersebut menunjukkan Islam masuk kedalam kehidupan masyarakat Indonesia melalui proses sosial-budaya yang berlangsung secara bertahap, sebuah proses evolusi kultural yang hebat. Tidakditemukan gerakan bumi hangus atau Islamisasi yang berusaha memutus mata rantai kebudayaan lama untuk digantikan dengan budaya Islam. Islam berkembang diwilayah Nusantara mengambil bentuk evolusioner, bahkan di pusat-pusat wilayah yang telah mapan menganut agama Hindu, Budha, bahkan masyarakat kuno Nusantara.
Karakter Islam yang disebarkan pendakwah awal tidak terlalu menekankan aspek hukum (fiqh), melainkan sufisme yang kuat, sehingga masalah moral, akhlak dan hakekat agama menjadi perhatian utama. Islam tasawuf, atau yang kita kenal dewasa ini dengan Islam yang bercorak sufistik, menekankan prinsip-prinsip pokok agama, seperti hubungan dengan Tuhan, menyempurnakan akhlak, dan keseimbangan hidup. Hal ini tidak berarti meninggalkan aspek syariat yang terkandung dalam fiqh Islam.
Karakter demikian membuat proses Islamisasi menjadi lentur, tapi memiliki sumbangan positif dimasa depan. Hal ini dapat dijumpai dari berbagai cerita rakyat tentang para wali. Para wali mempertahankan keindahan gaya bangunan tempat suci agama Hindu atau Budha dan memodifikasinya sesuai dengan ajaran dan simbol-simbol Islam. Mereka juga tidak melarang pertunjukan wayang yang jelas-jelas hasil karya para pujangga Hindu. Para wali mengubah alur cerita secara kreatif dan memaknai kembali sejumlah simbol dan karakter yang ada dalam narasi utama.
Sumbangan penting dari metode dakwah para wali dan ulama dimasa dahulu adalah model keberagamaan yang plural, terbuka, dan toleran, terhadap peradaban Islam Nusantara yang sangat besar. Bahkan bisa dikatakan, sikap beragama ini merupakan pilar kebudayaan santr idi Indonesia. Berlandaskan prinsip pluralitas, keterbukaan, dan toleransi, Indonesia mampu membentuk paham ke-Islaman yang sangat kaya, yang tidak hanya terbatas pada model keberagamaan yang adadi Timur Tengah.
—–
Hari ini kita dihadapkan pada tantangan munculnya sebagian kalangan yang mempertentangkan apakah tradisi tertentu sesuai dengan Islam atau tidak. Akibatnya, kelompok ini suka menghakimi suatu tradisi dengan vonis sesat, syirik, bid’ah bahkan kafir. Sekedar contoh, tradisi masyarakat yang membaca Al Qur’an, shalawat, tahmid, tahlil, tasbih dan istighfar yang oleh masyarakat Indonesia sebut sebagai tahlilan, sering dianggap sesat dan bid’ah. Begitu juga, ketika masyarakat berkumpul untuk belajar dan membaca sejarah nabi seperti dalam tradisi mauludan dan barzanji dianggap bid’ah. Pengkafiran, dan tuduhan sesat terhadap tradisi-tradisi tersebut akan menjadi hambatan bagi kemajuan kebudayaan di Indonesia.
Di sisi lain, korupsi, kolusi dan nepotisme oleh politisi dan pejabat negara, masih menjadi tontonan yang mencolok dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara, sementara penegakan hukum masih belum sepenuhnya menyentuh unsur keadilan. Kekecewaan yang menimpa secara bertubi-tubiinilah yang menjadi akar dari mudahnya masyarakat tertarik oleh politisasi sentimen agama, dan tidak jarang intoleran, bahkan tidak sedikit anak muda yang bersedia untuk bergabung ke dalam organisasi radikal yang berbasis pada khilafah, sebagai “Negara Alternatif” NKRI. Untuk menangkal penyebaran arus kebangkitan ideologi radikal dan ekstrim yang terus mengancam daya tarik anak-anak muda, perlu upaya serius, terstruktur, dan terpadu dari pemerintah bekerjasama dengan para ulama, untuk menemukan beberapa strategi jangka panjang bagi NKRI.
Untuk itu diperlukan langkah-langkah yang bertumpu pada pendidikan. Pertama, pentingnya menggalakkan pendidikan kewarganegaraan Pancasila disekolah-sekolah dan lembaga pendidikan lain di masyarakat. Kaderisasi kelompok radikal umumnya berlangsung dikalangan remaja dan pemuda. Pendidikan kewarganegaraan yang berorientasi menanamkan kesadaran sejarah dan kebangsaan ala ahlussunnah waljama’ah dapat meneguhkan semangat nasionalisme. Karena tu, kurikulum, bukudan materi ajar, serta guru dan dosen pendidikan kewarganegaraan yang memahami semangat ke-Islaman akan menjamin arah transformasi Indonesia menuju negara yang menjunjung tinggi keadaban dan nilai keagamaan.
Kedua, pendidikan keagamaan di sekolah harus diarahkan untuk mengajarkan Islam dalam bingkai penegakan NKRI. Karenanya, pemerintah harus benar-benar memantau dan mengevaluasi secara berkala pendidikan agama Islam tersebut. Kualitas kurikulum dan para gurunya harus terus ditingkatkan.Sementara materi yang diajarkan dalam pendidikan agama itu benar-benar diarahakan agar tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar kebangsaan Indonesia.
Itu merupakan tantangan dan tugas berat bagi lembaga-lembaga pendidikan, termasuk LP Ma’arif NU. Siapkah LP Ma’arif NU melakukan itu semua? Kita yakin, kita siap. Karena sejak kelahirannya LP Ma’arif NU adalah organisasi pendidikan yang meningkatkan pengetahuan, ketrampilan, karakter dan sikap sosial anak didik melalui keluarga, sekolah, masyarakat dan tempat ibadah yang telah membuktikan kemampuannya bersaing dengan lembaga lain. Selain itu visi LP Ma’arif NU “lembaga pendidikan yang mandiri, afirmatif, nirlaba, transformatif, adaptip dan profesional” atau biasa disingkat MANTAP akan membawa LP Ma’arif NU menjadi organisasi tangguh di bidang pendidikan yang menghasilkan generasi yang tidak hanya mampu menjawab tantangan jaman, tapi juga mampu memberi tantangan kepada jaman. Admin