Jakarta, Ma’arifNU Online,- Workshop Program Organisasi Penggerak “Literasi dan Numerasi dalam Pembelajaran” hari kedua yang diselenggarakan secara hybrid yang diikuti peserta dari 7 (tujuh) Provinsi dengan 140 peserta, secara daring dan luring dilakukan di Solo Marina Hotel Kota Tangerang, senin 18 Oktober 2020, dengan menghadirkan Ketua LP Ma’arif NU PBNU Kyai Z. Arifin Junaidi secara Luring, di moderator oleh M. Jamilun PIC Modul POP LP Ma’arif NU PBNU.
Kiai Arjuna, pangilan akrab Ketua LP Ma’arif NU PBNU menegaskan proses itu lebih penting dari tujuan, karena pendidikan adalah proses merubah prilaku anak-anak menuju kedewasaan. Tidak seperti Machiavelli yang menyatakan tujuan lebih penting dari proses sehingga menghalalkan segala cara, tegasnya.

Hadist utlubul ilma minalmahdi illalahdi sesuai dengan talabul ilmi faridotun ala kulli muslimin wa muslimat. .Dari dua hadis ini ada ilmu pedagogi dan andragogi. Dua disiplin ini muncul pada abad 19. Maka berbicaralah dengan manusia sesuai dengan kadar kemampuan akhlaknya. Pedagogi itu ilmu dan kiat memmbinmibing dan mengajar anak sedang Andragogi membimning orang dewasa mensupport orang dewasa. live long education itu berjalan, ungkap yai Arjuna.
Lanjut Yai Arjua, menyampaikan quote “belajar di waktu kecil ibarat mengukir di atas batu, belajar di waktu dewasa ibarat mengukir di atas air”. Hal ini menunjukan air itu berasal dari proses yang panjang atau dari perjalanan panjang. Sedangkan batu itu sifatnya diam atau diangkut dengan beko tidak terlalu jauh. Ini artinya mengukir di atas batu bisa lebih berat tetapi hasilnya akan dininkmati dalam waktu lalu, imbuhnya.
Orientasi belajar pada anak-anak lebih pada teori, sementara orang dewasa belajar itu lebih kepada untuk menyelesaikan masalah atau problem kehidupan. Dan proses pendidikan di Negara seperti Inggris, anak-anak belajar menggunakan pembelajaran andragogi seperti ketika anak-anak belajar itu memainkan peran dulu, atau demonstrasi dulu baru kemudian membuat kesimpulan, dan yang menyimpulkan juga anak itu sendiri, dan tetap memiliki karakter menerapkan sopan santun, ujar Yai Arjuna.
Sopan santun anak kita tergantung dengan guru sebagaimana makna “laqad kana lakum fi rasulillah uswatun hasanah”. Karenanya guru harus benar-benar menjadi uswatun hasanah. Kalo guru tidak menerapkan uswatuun hasanah ya murid nanti akan sulit untuk melaksanakan, proses pembelajaran lebih-lebih pendidikan karakter karena laiknya melelaui proses pembiasaan atau praktek baik, katanya.

Dilain hal, mendidik merupakan proses merubah perilkau anak menuju dewasa. Nah proses merubah perilaku ini tergantung pada keluasan; 1. Wawasan Guru 2. Ketrampilan Mengajar Guru dan 3. Regulasinya. Konsep merdeka belajar yang mengatakan merupakan konsep belajar Ki Hajar Dewantoro. Padahal Ki Hajar Dewantara belajar yang memerdekakan belajar yang memberikan kebebasan kepada kita dalam proses kegiatan belajar mengajar (KBM). Artinya murid bukan sebagai gelas kosong, atau tabula rasa. Ada potensi yang ada diri murid-murid yang harus di gali dan di kembangkan. pungkasnya
Guote Yai Arjuna “Orang-orang yang berhenti belajar akan menjadi pemilik masa lalu. Orang-orang yang terus belajar, akan menjadi pemilik masa depan”. Admin.