Jakarta – Lembaga Pendidkan Ma’arif Nahdlatul Ulama (LP Ma’arif NU) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama adalah salah satu Lembaga swasta (organisasi masyarakat) yang mempunyai satuan pendidkan terbanyak di Indonesia.
“Yang tercatat di data base, total satuan pendidikan dibawah LP Ma’arif itu 20.136 satuan pendidikan, itu terdiri dari 12.674 madrasah dan 7.462 sekolah. Semua teririnci dari tingkat dasar, menengah, maupun atas, dan jumlah itu belum termasuk Perguruan Tinggi yang kita miliki,” terang KH. Z. Arifin Junaidi saat menjadi narasumber seminar daring berthema Dampak Penerapan Pola Hidup Baru Perpektif Pendidikan yang diselenggarakan Kantor Staf Presiden. Kamis, (11/06) siang.

Kiai yang sedang diamanahi sebagai Ketua LP Ma’arif NU PBNU ini pun memperinci lebih datail satuan-satuan pendidikan tersebut.
“Lebih rincinya Madrasah Ibtidaiyah ada 6.194 unit, Madrasah Tsanawiyah ada 4.770 unit, madrasah Aliah ada 1.710, Sekolah Dasar ada 4.595 unit, Sekolah Tingkat Menengah ada 1.353 unit, Sekolah Menengah Atas / Kejuruan ada 1.514 unit,” imbuhnya.
Kiai yang akrab disapa Kiai Arjuna inipun menjelaskan bahwa semua satuan pendidikan berjalan baik, terencana, mandiri dan rapih, namun pasca wabah covid 19 menyerang negara Indonesia, membuat sedikit perubahan dalam iklim belajar mengajar kita, dan mau tidak mau sekolah-sekolah harus beradaptasi dengan perubahan yang sangat cepat ini.
“Dulu murid-murid ruang pembelajarannya seimbang, antara sekolah, keluarga, tempat ibadah dan masyarakat. Ketika covid 19 datang dan pemerintah membuat kebijakan physical distancing sehingga berujung harus belajar dari rumah, keseimbangan pembelajaran tadi jadi berubah, murid lebih banyak dirumah, bahkan 90% belajarnya dirumah,” tuturnya.
Karena situasi tersebuat, menurut Kiai Arjuna, sekolah-sekolah jadi tidak bisa memaksimalkan capain empat kompetensi inti pendidikan dalam kurikulum 2013, yaitu kompetensi sikap spiritual, kompetensi ketrampilan, kompetensi sikap sosial, kompetensi pengetahuan.
“Dengan system belajar dari rumah, empat kompetensi tersebut tidak bisa dimaksimalkan,” ungkap Kiai Arjuna.
Kiai Arjuna pun memaparkan ada beberapa kendala kenapa belajar dari rumah atau Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dirasakan kurang maksimal, hal tersbut dikarenakan beberapa factor teknis baik dari sekolah, guru maupun siswa dan kebijakan pemerintah yang kurang.
“Masalah yang muncul dilapangan saat PJJ adalah persiapan pemerintah dan masyarakat, kesiapa jaringan dan fasilitas internet, kesiapan satuan pendidikan karena belum punya fasilitas yang menunjang, kesiapan guru dalam beradaptasi dengan metode pembelajaran yang baru, kesiapan murid untuk fokus belajar dan penunjang kelancaran belajar, PJJ yang malah jadi menumpuknya tugas buat sisiwa, kepemikian gajet yang tidak memadai serta kemampuan finansial yang tidak mendukung,” jelasnya.
Selain dengan masalah diatas, Kiai Arjuna pun menceritakan masalah-masalah tambahan dari beberapa masalah diatas.
“Akibat anak anak keluyuran dengan dalih mencari tempat yang nyaman serta jaringan internet yang lancar, anak-anak jadi sering megang HP dan tanpa diketahui orang tua sering main game, terjadi kekerasan terhadap anak dan guru-guru stress,” ungkapnya.
Menurut Kiai Arjuna, masalah-masalah diatas terjadi karena model pembelajaran daring sangat jauh berbeda dengan pembelajaran biasa, dan semua itu harus terjadi dengan sangat cepat dan tidak terencana.
“Perpedaan yang sangat bertolak belakang antara system pembelajaran Luring dengan Daring ini yang membuat semuanya kewalahan,” ujarnya.

Yang menjadi keprihatinan Kiai Arjuna adalah situasi yang seperti ini terjadi ketika kita bangsa Indonesia ingin menyiapkan sumber daya manusia abad 21 yang unggul, namun instrumennya (baca; sekolah) sedang tidak bisa berjalan secara maksimal dan efektif.
“Diabad 21 kita ingin melahirkan SDM yang unggul, karena itu dunia pendidikan harus segera dioptimalkan lagi, walaupun dengan metode yang sedikit berbeda dengan yang dulu sebelum ada covid 19,” imbuhnya.

Untuk itu, Kia Arjuna kemudian menjelaskan beberapa rekomendasi LP Ma’arif NU PBNU untuk memulai pendidikan di era new normal ini.
“Pertama, penerapan protokol Covid-19 secara ketat dan pengawasan simultan. Kedua, koordinasi antar instansi pemerintah supaya kebijakan sinkron. Ketiga, pembukaan KBM tatap muka terbatas di zona hijau. Keempat, realokasi APBN dan APBD untuk menunjang infrastruktur seluruh satuan pendidikan. Kelima,disediakan anggaran untuk peningkatan kapasitas guru. Keenam, pemerintah memberikan fasilitas dan dukungan kepada manajemen satuan pendidikan. Ketujuh, dalam menetapkan kebijakan pemerintah melibatkan lembaga pendidikan swasta. Kedelapan, pemerintah memberikan insentif finansial kepada tenaga didik swasta. Kesembilan, pemerintah memberikan dukungan pembiayaan untuk pelaksanaan protokol Covid- 19 di satuan pendidikan,” pungkas Kiai Arjuna