Jakarta – Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama (LP Ma’arif NU) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menggelar Silaturahim dan Halal Bihalal Virtual / daring secara Nasional bersama Prof. Dr. KH. Said Aqil Siraj, MA (Ketua Umum PBNU) dan dilanjutkan dengan Zoominar Pendidikan New Normal Indonesia dengan narasumber Prof. Dr. KH. Muhammad Nuh, DEA., Senin (1/6/2020).
Harianto Oghie (Sekertaris LP Ma’arif NU PBNU) yang menjadi pembawa acara pada acara halal bihalal ini mengajak kepada semua peserta membaca basmalah sebelum dimulainya acara. Untuk menambah kekhusu’an acara dan dengan niatan mencari hikmah serta mukhasabah dari ayat suci Al Qur’an, Sahabat Deden Ridwan melantunkan ayat Al Qur’an, selang beberapa menit setelah Bang Oghie membuka jalannya acara.
Setelah melantunkan ayat suci Al Qur’an, acarapun dilanjut dengan bersama sama menyanyikan Mars Ma’arif NU. Dan kemudian diteruskan dengan penyampaian sambutan dari Ketua Pelaksana acara Halal Bihalal Virtual / daring secara Nasional, Sahabati Iklilah Muzayyanah Dini Fajriyah.
Dalam sambutannya, peremuan yang akrab disapa Mba Iklilah menyampaikan bahwa acara Silaturahim dan Halal Bihalal diikuti oleh seluruh pengurus LP Ma’arif NU baik tingkat PBNU, PWNU, PCNU, maupun warga NU secara umum.
“Acara ini sebgai forum silaturahmi dan koordinasi penguatan kelembagaan, serta penguatan nilai-nilai spiritualitas dan penguatan pengurus LP Ma’arif NU dalam menjalani pendidikan, khususnya pendidikan jarak jauh,” tuturnya.
Iklilah juga menyampaikan bahwa kegiatan Silaturahim dan Halal Bihalal sengaja dilakukan pada hari in karena bertepatan dengan hari lahirnya Pancasila, idiologi bangsa kita bangsa Indonesia.
“Pemilihan hari ini bermaksud untuk mengingatkan kita bersama bahwa nilai-nilai Pancasila sejatinya harus terejawantahkan dalam ahlak kita sehari-hari, bukan sekedar symbol atau atau kata yang hadir tanpa makna. Nilai Pancasila mengajarkan kita nilai keadilan, kesetaraan dan persatuan bangsa, karena itu penting sekali nilai-nilai ini direfleksikan untuk memaknai ramadan dan idul fitri,” pungkasnya.
Setelah pra kata dari Ketua Pelaksana, Acara kemudian langsung disambung dengan acara Zoominar Pendidikan New Normal Indonesia dengan dimoderatori Sahabat Dr. H. Basnang Said dan narasumber Prof. Dr. KH. Muhammad Nuh, DEA. Namun sebelum Zoominar dimulai, KH. Z. Arifin Junaidi, MBA. (Ketua LP Ma’arif NU PBNU) menyampaikan pengarahan dan ucapan halal bihalal dan tausyiah dari Prof. KH. Said Aqil Siradj (Ketua Umum PBNU).

Dalam arahannya, Kiai yang sering disapa Kiai Arjuna ini menyampaikan mohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan kepada semua pengurus LP Ma’arif dari Sabang sampai Merauke serta para Kepala Sekolah / Madrasah dibawah naungan lembaga LP Ma’arif NU.
“Selamat Idul Fitri, 1 Syawal 1441H, saya atas nama pribadi maupun atas nama Ketua LP Ma’arif PBNU menyampaikan mohon maaf lahir dan batin atas kesalahan-kesalahan, kehilafan-kehilafan dan kekurangan-kerunagan selama ini,” tuturnya.
Selanjutnya, Kiai arjuna pun menjelaskan bahwa selama ini, LP Ma’arif NU, dalam merayakan hari lahir Pancasila tidak hanya teriakan-teriakan saja, walapun hari ini nilai nilai Pancasila sudah memudar dan buku-buku pelajaran kita juga sudah sangat jarang kata-kata Pancasila, kita Pengurus LP Ma’arif NU, siswa-siswa sekolah Ma’arif NU, serta seluruh kader NU jangan sampai melupakan Pancasila.
“Pendiri LP Ma’arif NU, KH. Wahid Hasyim adalah salah satu perumus Pancasila, tentu jangan sampai kita melupakan sejarah itu. Kita juga masih ingat ketika pemerintah mau melaksanakan asas tunggal Pancasila, dan pemerintah saat itu kesusasahan menerapkan Pancasila sebagai asas tunggal, NU lewat Munas Alim Ulama di Situbondo tahun 1983 memutuskan menerima asas tunggal Pancasila dan kemudian dikukuhkan dalam Muktamar tahun 1984,” imbuhnya.
Kiai arjuna kemudian menyampaikan bahwa sekolah-sekolah Ma’arif NU akan memulai pembelajaran lagi serta tahun ajaran baru sesuai dengan keputusan dan ketentuan pemerintah.
“Dalam rapat bersama pimpinan pesantren sudah kami sampaikan bahwa sekolah Ma’arif NU akan memulai pembeljaaran lagi serta tahun ajaran baru sesuia dengan keputusan pemerintah, karena kita mengurusi pendidikan formal ya harus ikut dengan pemerintah” ungkapnya.
Namun yang menjadi problem hari ini adalah sekolah yang berbasis pesantren, jika pesantren di zona hijau tetapi santrinya dari zona merah, kalau pesantrennya sudah dibuka lalu yang zona merah masuk, maka kemungkinan pesantren akan menjadi cluster baru dalam penularan dan penyebaran Covid-19.
“Karena itu kita harus sangat hati-hati, dan tadi Prof. Muhajir Efendi (Menteri PMK) mengundang saya untuk rapat koordinasi guna memutuskan kapan memulai waktu belajar dan tahun ajaran baru bagi pesantren, madrasah dan sekolah,” imbuhnya.
Kiai Arjuna pun menyampaikan para peserta, bahwa LP Ma’arif NU PBNU sudah memberikan rekomendasi kepada pemerintah jika ingin memulai tahun ajaran baru pada tanggal 13 Juli besok.
“Ada sembilan rekomendasi yang intinya syarat dan protokol kesehatan harus diperhatikan dengan baik dan di era new normal proses belajar tatap muka boleh dilakukan dizona hijau.” pungkasnya.
Selesai Kiai Arjuna menyampaikan arahannya, Acara dilanjutkan dengan tausyiah dari Prof. Dr. KH. Said Aqil Siradj. Dalam tausyiyahnya, Kiai Said menjelaskan bahwa dengan puasa Ramadhan adalah cara Tuhan mendidik kita untuk bertaqwa kepada-Nya, yaitu menjaga diri kita berhubungan dengan Allah agae selalu positif dan serta dijalan yang bernar serta tidak terjurumus dalam jurang kecelakaan / keburukan.
Usai Kiai Said menyampaikan tausyiahnya, acara dilanjurkan keacara Zoominar. Dalam penyampaiannya, pria yang pernah menjadi Menteri Pendidikan di era SBY, Mohammad Nuh mengungkapkan beberapa risiko digelarnya pembelajaran secara langsung atau tatap muka. Nuh mengatakan pembelajaran secara langsung di tengah pandemi Covid-19 harus menerapkan physical distancing. Penerapan physical distancing di sekolah dapat membuat kapasitas ruang kelas berkurang untuk murid.
“Kalau ini kita terapkan di sekolah, mau nggak mau kapasitas kelas kita itu secara umum berkurang. Paling tidak separuh karena harus jaraknya satu meter sampai 1,5 meter. Biasanya satu meja bisa diisi dua orang harus diisi satu orang,” ujar Moh Nuh.
Konsekuensi dari Sehingga, menerapkan physical distancing maka sekolah-sekolah akan membutuhkan kelas baru untuk menggelar pembelajaran sesuai dengan protocol Covid-19.
“Sementara penambahan kelas baru akan memakan biaya dan waktu pembuatan,” imbuh Moh Nuh.
Moh Nuh kemudian memberikan altrernatif kepada sekolah-sekolah jika memang tidak memungkinkan menambah ruang baru, sekolah-sekolah dapat menggunakan sistem pembelajaran dua gelombang, namun sistem tersebut juga punya konsekuensi.
“Sistem ini juga berisiko penambahan jam kerja guru,” tuturnya.
Penambahan jam kerja guru juga akan membuat honor guru mengalami penambahan, sementara sekolah tidak bisa meminta kenaikan biaya tambahan kepada murid.
“Karena anaknya dipecah jadi 15 15, berarti dia mengajar dua kali, berarti honornya dua kali. Enggak mungkin muridnya disuruh bayar dua kali. Ini persoalan riil di lapangan yang perlu kita pikirkan,” ungkap Moh Nuh.
Masalah lainnya adalah kewajiban sekolah mengatur jarak antar siswa untuk mencegah penyebaran virus corona.Menurut Nuh, pembatasan di dalam kelas dapat dilakukan oleh guru. Sementara pembatasan di luar kelas akan sulit diawasi oleh guru.
“Begitu dia istirahat keluar, waktu di dalam kelas dia pakai masker. Apa yang namanya anak-anak, itu pas di luar masker dicopot,” kata Moh Nuh.
Menurutnya, sekolah harus mampu beradaptasi dan membuat terobosan untuk tetap memberikan pengajaran kepada para siswa di tengah pandemi ini dan seseuia dengan protocol kesehatan covid 19.
“Sekolah-sekolah harus beradaptasi dengan situasi ini dan memulai membuat terobosan cara pembelajaran yang seseuai dengan protocol kesehatan covid 19,” pungkasnya.
Bagi Malian yang tidak ingin mengetahui jalannya acara Silaturahim dan Halal Bihalal Virtual / daring secara Nasional dan Zoominar Pendidikan New Normal Indonesi, bisa dilihat di link ini.