Jakarta – Miracle atau keajaiban dirasakan ketika peristiwa sudah terjadi, ketika tidak bisa berbuat banyak dalam kepasrahan menghadapi masalah atau tertekan karena ujian atau musibah. Miracle tidak bisa didesain atau diatur oleh manusia karena merupakan wilayah sang Khalik.
Manusia hanya mampu berikhtiar untuk memancing miracle supaya datang dalam kehidupan kita dengan beberapa cara. Pertama, meyakini paket garis kehidupan kita yang terbaik menurut Allah Swt. Kedua, melakukan kebaikan dengan melaksanakan perintah Allah Swt sebagai wasilah mencari keselamatan. Ketiga, melakukan kebaikan tersebut di waktu lapang atau sempit. Keempat, empati kepada orang lain dengan berbagi kebahagiaan, menghilangkan kesusahan orang lain, dan memberikan pertolongan bagi yang membutuhkan.
Momentum 10 malam terkahir di bulan Ramadan dengan salah satu malam menjadi malam yang lebih baik dari 1.000 bulan atau 83 tahun menjadi waktu yang sangat tepat untuk memperhalus dan merendahkan hati, serta merendahkan diri serendah-rendahnya di hadapan Allah Swt dengan garizah (naluri) dan getaran hati yang terus diasah untuk lebih mendapatkan resonansi dan frekuensi yang kuat dalam ketaatan pengabdian diri kepada Allah Swt.
Dalam keyakinan umum, lailatulqadar datang di antara 10 malam terkahir di bulan Ramadan. Dalam beberapa riwayat disebutkan tanda alam datangnya malam lailatulqadar, antara lain matahari tidak bersinar terik pada siang hari, udara tidak panas dan tidak dingin, suasana malam hening dan tenang, tidak ada anjing menggonggong ataupun binatang bersuara. Riwayat lain mengatakan tidak menutup kemungkinan lailatulqadar terjadi pada malam Nuzulul Qur’an 17 Ramadan dan bisa jadi di malam-malam awal Ramadan. Yang terpenting semangat dan iktikad diri untuk mengejar dan meraih keberkahan malam 1.000 bulan.
Pemaknaan mendapatkan lailatulqadar bukanlah mendapatkan seonggok emas berlian kasat mata, akan tetapi hati, pikiran, dan tindakan, menjadi semakin kuat untuk yakin dan beriman kepada Allah Swt. Menatap masa depan dengan keimanan yang bertambah, semangat membangun produktivitas diri, serta progresif. Namun, iman saja tidak cukup, harus diimbangi dengan ketahanan diri dan kolektif, serta sabar. Iman, imun, sebanding dengan kebutuhan ilmu dan pengamalan.
Akal pikiran, makanannya ilmu pengetahuan. Hati, makanannya zikir. Jasad tubuh kasat mata, makanannya olahan makanan sehar-hari. Ketiga kebutuhan rohani dan jasmani itu harus tawazun (seimbang). Tarbiyatul-qalbpendidikan untuk makanan hati dengan zikir, munajat, riyadhoh, dan muhasabah.
Apa yang dilakukan di malam lailaturqadar adalah memperbanyak ibadah sunah, salat tobat, salat hajat, salat tasbih, memperbanyak membaca Al-Qur’an, salawat, dan berdoa: Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘anni dan diperbanyak dengan doa sapu jagat. Allah Swt sudah berjanji dalam QS Al-Baqarah:186 sebagai berikut:
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِى عَنِّى فَإِنِّى قَرِيبٌۖ أُجِيبُ دَعۡوَةَ ٱلدَّاعِ إِذَا دَعَانِۖ فَلۡيَسۡتَجِيبُواْ لِى وَلۡيُؤۡمِنُواْ بِى لَعَلَّهُمۡ يَرۡشُدُونَ
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa, apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (QS Al-Baqarah [2]: 186)
Tetap optimistis, harapan besar dari garizah hati yang penuh syukur, pikiran positif, walaupun kondisi umum ekonomi, keamanan, dan kesejahteraan, diuji oleh pandemi. Vibrasi (getaran) hati dan pikiran positif inilah yang dapat menarik miracle dan keutamaan malam lailatulqadar. Tarbiyatul ‘am, tarbiyatun-nafs dan tarbiyatu-qalbmerupakan pilar dasar untuk menjadi insan mutakin sebagai hasil proses pembelajaran selama Ramadan. Allah A’lam.
Azzah Zumrud
Wakil Bendahara PP LP Ma’arif PBNU dan Pengawas Madrasah Kementerian Agama.